Jumat, 19 Maret 2010

Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa di Daerah Terpencil

Daerah terpencil memang selalu identik dengan kekurangan dan keterbatasan. Terlebih dalam hal pendidikan. Keterbatasan sarana dan prasarana dalam melakukan pembelajaran selalu menjadi masalah klasik yang tak terpecahkan dalam melakukan pembelajaran. Tapi itulah yang sebenarnya terjadi di lapangan. Daerah terpencil memang faktanya jauh dari kota dan minim dalam fasilitas pendukung pembelajaran.

Termasuk dalam pembelajaran MIPA dan khususnya pembelajaran Fisika. Fasilitas laboratorium serta kelengkapannya merupakan salah satu penunjang aktivitas belajar siswa. Namun jika tidak ada fasilitas, apa boleh buat. Terpaksa aktivitas pembelajaran siswa adalah memperhatikan, membaca, serta mencatat hal yang disampaikan oleh guru. Padahal ilmu pengetahuan lebih dari sekedar memperhatikan dan mencatat. Menurut teori konstruktivist, ilmu pengetahuan harus dibangun oleh siswa dan harus melibatkan siswa secara langsung dalam membangun pengetahuan tersebut. Artinya, siswa dituntut untuk melakukan berbagai aktivitas pembelajaran selain membaca, memperhatikan dan mencatat. Aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan praktikum dan penggalian pengetahuan secara mandiri, tentu saja dengan peran guru sebagai fasilitator.

Minim sarana dan prasarana bukan merupakan hambatan bagi guru yang kreatif. Hal tersebut justru merupakan tantangan yang butuh untuk ditaklukan. Tempat saya mengajar sekarang merupakan daerah yang bisa dikatakan terpencil dan minim fasilitas ( untuk pembelajaran IPA). Laboratorium Fisika tak layak pakai dan bahkan yang saya temukan pada saat pertama kali saya bertugas, hanyalah sebuah jangka sorong yang agak usang. Tak ada neraca pegas, bahkan gelas ukur pun tak saya temukan. Pada saat itu, anak-anak kelas XI meminta untuk melakukan praktikum Hukum Archimedes. Betapa bingungnya saya saat itu, namun melihat anak-anak yang begitu antusias saya mencari cara. Akhirnya, saya memutuskan untuk memfasilitasi praktikum dan menginstruksikan siswa untuk membawa toples kue (saya maksudkan untuk pengganti gelas ukur, telur, garam, gabus yang dibentuk persegi dengan ukuran 2x2x2 cm dan sendok ( saya maksudkan sebagai pengaduk dan alat ukur garam).

Dengan agak khawatir saya buat LKS seadanya dan saya fasilitasi mereka untuk praktikum peristiwa melayang, tenggelam dan terpaung dengan bahan seadanya tadi. Hasilnya, siswa sangat senang dan seluruh aktivitas belajar tercakup. Mulai dari membaca, mengamati, memperhatikan, menggali informasi hingga membuat kesimpulan setelah melakukan penyelidikan mereka lakukan. Mereka teramat senang dan aktivitas belajar siswa secara kuantitatif dapat ditingkatkan.

Dengan demikian, apakah minim fasilitas masih bisa menjadi alasan dalam memfasilitasi aktivitas belajar siswa? Saya rasa tidak, jika anda adalah guru kreatif dan inovatif. Tapi hal tersebut bukan berarti penulis sudah kreatif dan inovatif. Kreativitas dan kemampuan berinovasi penulis juga masih dalam taraf uji coba....( maklum CPNS baru). Selamat mencoba menjadi motivator dan inovator dalam pembelajaran!

1 komentar:

sopandiahmad mengatakan...

Wah, pengalaman niy Pak. :)